Menentukan harga jual produk merupakan langkah yang harus diperhitungkan, agar tidak memperoleh kerugian dan tentunya menerima keuntungan dalam berbisnis. Belum tentu barang yang habis terjual akan mendatangkan keuntungan, oleh karena itu teknik menentukan harga jual produk perlu dipahami.
Dalam menentukan harga jual sebuah produk agar tidak terlalu mahal atau terlalu murah, terdapat beberapa faktor yang perlu dipahami, antara lain biaya produksi, biaya promosi, biaya bahan baku, dan yang lainnya. Untuk itu, berikut beberapa penjelasan mengenai metode penentuan harga produk:
Markup Pricing
Markup pricing merupakan metode penentuan harga jual dengan cara memasukkan nilai keuntungan secara langsung ke dalam harga beli. Metode ini merupakan cara yang paling sederhana dan keuntungan yang didapat dapat ditentukan sendiri sebelum menentukan harga jual.
Harga Jual = Harga Modal + (Harga Modal x Markup)
Contoh penentuan harga jual baju menggunakan markup pricing:
Seorang pedagang baju ingin memperoleh keuntungan 30% dari setiap baju yang dijual dengan modal Rp70.000,00 per baju. Berapakah harga jual untuk setiap baju untuk memperoleh keuntungan di atas?
Jawab:
Harga modal (A) = Rp70.000,00
Markup (B) = 30%
Harga Jual = A + (A x B)
= Rp70.000,00 + (Rp70.000,00 x 20 : 100)
= Rp70.000,00 + Rp14.000,00
= Rp84.000,00
Jadi, penjual harus menjual satu baju dengan harga Rp84.000,00 untuk dapat memperoleh keuntungan sebesar 30%.
Margin Pricing
Metode margin pricing merupakan kebalikan dari metode markup pricing, yakni mengharuskan penjual menentukan harga jualnya terlebih dahulu agar bisa menentukan berapa besar keuntungan yang akan diperoleh.
Setelah penentuan harga jual dilakukan, gunakan rumus di bawah ini:
Margin= (Harga Jual – Harga Modal) : Harga Jual
Hasil perhitungan tersebut merupakan presentasi keuntungan yang sekaligus dapat memperkirakan, apakah harga yang ditentukan sebelumnya terlalu mahal atau justru terlalu murah.
Contoh cara menentukan harga jual minuman menggunakan metode margin pricing:
Penjual es cendol hendak menjual cendol dengan harga Rp10.000,00 per gelasnya. Jika dihitung-hitung, modal yang ia keluarkan untuk segelas cendol adalah Rp5.000,00. Lalu, apakah harga yang ditentukan sebelumnya sudah pas dan berapa keuntungannya?
Jawab:
Harga modal (A) = Rp5.000,00
Harga jual (B) = Rp10.000,00
Margin = (B – A) : B
= (Rp10.000,00 – Rp5.000,00) : Rp10.000,00
= (Rp5.000,00) : Rp10.000,00
= ½ atau 50%
50% merupakan keuntungan yang nantinya didapatkan penjual es cendol setiap gelas yang dijual. Jika harga dirasa terlalu mahal, harga jual dapat diturunkan dengan tetap memperhitungkan margin harga. Angka 50% merupakan patokan margin yang banyak dipakai pedagang.
Value Based Pricing
VBP merupakan metode penentuan harga jual produk tertentu dengan cara survei terlebih dahulu terhadap harga produk tersebut di pasaran. Survei tersebut bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara langsung maupun melakukan riset sendiri.
Informasi mengenai harga suatu produk melalui survei tersebut, selanjutnya digunakan sebagai acuan untuk mengira-ngira harga jual produk agar pas dan dapat bersaing di pasaran. Selain itu, VBP juga dapat dilakukan dengan cara menetapkan harga jual tertinggi secara langsung.
Tentunya harga tersebut harus sesuai dengan kualitas produk yang dijual, sehingga konsumen dapat tertarik dan rela membayar mahal. Selain itu, harga jual produk-produk yang diproduksi secara terbatas atau produk langka juga kerap kali ditetapkan dengan metode VBP ini.
Manufacturer Suggested Retail Price
Berbeda dengan tiga metode sebelumnya, metode MSRP ini biasanya digunakan oleh tangan pertama yang mendapatkan barang secara langsung dengan produsen. Produsen akan merekomendasikan harga kepada penjual agar harga pasar tetap stabil.
Harga rekomendasi produsen ini banyak dijumpai dengan kalimat “harga eceran yang disarankan” yang tertera pada produk. Metode penentuan harga ini banyak digunakan oleh perusahaan manufaktur, seperti produsen obat, mobil, motor, dan yang lainnya.
Kelemahan dari penentuan harga menggunakan metode yang satu ini adalah penjual tidak bebas dalam menentukan keuntungan yang didapat, karena sudah ditentukan produsen.
Meskipun tidak ada aturan yang menyebutkan tentang pelarangan pengubahan harga rekomendasi, menaik-turunkan harga tanpa perhitungan yang pas dapat menjadi masalah bagi penjual. Namun, hal itu dapat dilanggar apabila tingginya permintaan tidak sesuai dengan banyaknya persediaan produk.
Tak hanya itu, banyaknya stok produk juga bisa menyebabkan penurunan harga rekomendasi menjadi langkah tepat yang harus dilakukan.
Keystone Pricing
Bagi pedagang eceran, keystone pricing merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk memaksimalkan keuntungan. Saat menggunakan metode ini, penjual akan memasang harga produk dua kali lipat dari harga produk tersebut jika dibeli secara grosir atau keuntungan 100%.
Namun, penentuan harga tersebut tidak termasuk keuntungan bersih, karena masih bercampur dengan biaya modal lainnya, seperti biaya transportasi, sewa toko, dan masih banyak yang lainnya. Keuntungan yang didapat masih harus digunakan untuk membayar biaya-biaya tersebut.
Keunggulan dari metode ini adalah pengaplikasiannya yang mudah karena tidak membutuhkan rumus, hanya melipatgandakan harga.
Metode keystone pricing sangat tepat digunakan jika penjual barang eceran memiliki variasi produk yang lebih beragam. Jika tidak, penjual dapat mengalami kalah persaingan dan tidak bisa bertahan lama dengan produk yang dijual.
Tak hanya itu, menggunakan metode ini juga harus didasarkan pada kelayakan produk yang dijual. Karena produk kualitas rendah jika dipatok dengan harga dua kali lipat, tidak akan bisa menarik minat pembeli dan justru akan berpindah ke penjual lain yang memiliki produk lebih berkualitas.
Beberapa metode cara menentukan harga jual produk di atas dapat digunakan sesuai dengan jenis usaha yang dijalankan. Untuk itu, kenali terlebih dahulu mengenai usaha dan skalanya agar dapat memilih metode yang tepat.