Indonesia pernah mengalami sejarah amat kelam, bahkan pada zamannya diakui oleh dunia sebagai negara yang pernah melakukan kejahatan kemanusiaan paling kejam. Saat itu, bertepatan dengan meninggalnya beberapa jenderal yang diakui sebagai pahlawan revolusi. Namun, ada beragam versi sejarah tentang tragedi kematian para pahlawan hingga saat ini.
Apa Itu Pahlawan Revolusi?
Perkembangan Indonesia sangat erat kaitannya dengan peristiwa kudeta tiap masa pada periode berakhirnya suatu era kepemimpinan. Pada 30 September 1965, kejadian mengerikan terjadi hingga muncul suatu gelar baru yang diberikan kepada para perwira militer. Gelar tersebut yang sangat dikenal oleh masyarakat secara nasional sebagai pahlawan revolusi.
Gelar tersebut juga diakui secara resmi, bertepatan dengan diberlakukannya UU No. 20 Tahun 2009 sebagai pengakuan pahlawan nasional. Pemberian gelar tersebut dianugerahkan kepada ketujuh perwira yang menjadi korban keganasan PKI.
Nama dan Gambar Pahlawan Revolusi
Ketujuh perwira militer yang dielukan sebagai pahlawan revolusi, merupakan korban dari tragedi Gestapu. Seluruh jasadnya dimakamkan secara rapi di Lubang Buaya, namun hal ini memiliki kaitan erat dengan kudeta Soeharto yang bersikukuh mendorong mundur Soekarno dari kursi jabatannya. Sementara, beberapa kubu perwira lain justru mendukung peran Soekarno.
1. Jenderal TNI (Anumerta) Ahmad Yani
Temuan kepingan sejarah mulai terungkap bahwa sosok Jenderal Ahmad Yani adalah seorang perwira yang mendukung kebijakan Soekarno. Kebijakan tersebut berupa pembatasan peran Kepala Staf Angkatan Bersenjata pada urusan secara administratif di ranah negara. Ahmad Yani sebenarnya termasuk ke dalam satu kubu bersama Nasution untuk menumpas tuntas PKI.
Perseteruan terselubung muncul ketika Nasution dan Yani memiliki perbedaan pendapat, soal persetujuan mereka terhadap kebijakan baru presiden mengenai peran angkatan militer. Bersamaan dengan kemunculan dokumen Gilchrist yang membuat isu soal Dewan Jendral makin panas. Isinya berkaitan dengan operasi yang dilakukan oleh Amerika dan Inggris.
2. Letnan Jenderal (Anumerta) R. Suprapto
Letjen Suprapto merupakan wakil dari Menpangad Letjen Ahmad Yani yang menjadi korban bergelar anumerta. Beliau juga menjadi pendukung kebijakan Presiden Soekarno di kubu A. Yani. Peristiwa penculikan yang dialaminya sekitar 1 Oktober pukul 04.00 subuh ketika Suprapto diculik oleh segerombolan orang berseragam tentara yang dilengkapi baret Tjakrabirawa.
Rumahnya mendapat gedoran amat keras, muncul suara berteriak dari luar pintu yang memerintahkan Suprapto menghadap Presiden Soekarno. Namun secara paksa, letjen diseret dan ditodong dengan senjata. Para keluarga merasa bahwa terdapat kejanggalan aneh kala itu, mereka mencoba menghubungi Mayjen Siswondo, namun sayangnya ia juga menjadi korban.
3. Letnan Jenderal (Anumerta) M. T. Haryono
Kejadian serupa juga dialami oleh Letjen M. T Haryono, yang diduga tertembak secara tidak sengaja oleh Sersan Mayor Boengkoes. Ia merupakan komandan yang termasuk ke dalam pasukan pengawal presiden dengan baret Tjakrabirawa. M. T Haryono merupakan seorang perwira yang sudah meninggal dunia lebih awal, sebelum jasadnya dibawa ke lubang buaya.
Dua lainnya dengan kondisi anumerta sebelum dibuang ke lubang buaya antara lain yakni Jendral A. Yani dan D. I Pandjaitan. Usai kejadian tersebut berujung pada penangkapan Boengkoes yang akhirnya dipenjara selama 33 tahun. Hal ini berdasarkan kesaksian asli dari para wakil komandan Tjakrabirawa sesuai sejarah yang ditulis Saelan (2008).
4. Letnan Jenderal (Anumerta) S Parman
Siswondo Parman merupakan korban dan dianggap sebagai pahlawan revolusi ini, justru terbukti seorang adik dari petinggi PKI. Hal tersebut sangat tidak masuk akal, jika pihak yang membunuhnya bukan dari angkatan darat atau kubu PKI. Namun, di sekelilingnya berisi orang-orang yang anti komunis dari kubu tentara dengan tujuan menumpas habis PKI.
Namun, S. Parman memiliki seorang kakak kandung dari anggota Politbiro PKI yakni Insinyur Sakirman. Ia pernah mengatakan kepada Ben Anderson (penulis buku sejarah asli di Indonesia) tentang mata-mata paling hebat ditempatkannya pada tubuh PKI. Hal tersebut membuatnya mampu mengetahui segala keputusan politbiro dalam hitungan jam saja.
5. Mayor Jenderal (Anumerta) D. I Pandjaitan
Pandjaitan merupakan seorang yang memiliki kedekatan erat dengan tokoh di PRRI, serta menjadi seorang pembantu A. Yani dengan peran besar menghalau pengaruh PKI. Panjaitan mampu membongkar penyelundupan yang dilakukan oleh kapal dari Tiongkok. Akhir masa hidupnya, Ia menjadi tokoh yang religius karena kesukaannya membaca buku agama.
Pandjaitan juga menjadi target korban yang mengalami tragedi G30S/PKI saat dini hari pada 1 Oktober 1965. Ia terbunuh oleh pasukan bersenjata Tjakrabirawa di depan rumahnya sendiri, ketika usai menghaturkan doa. Keluarganya pada saat itu menjadi saksi atas kekejaman yang menimpa D.I Panjaitan di hadapan mereka secara langsung, namun berusaha untuk menerima.
6. Mayor Jenderal (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo
Mayjen Sutoyo juga menjadi korban kesadisan G30S/PKI yang mengalami peristiwa mirip dari jendral lainnya. Sutoyo merupakan seorang perwira tinggi hebat di angkatan darat pada saat itu. Keluarganya didatangi oleh pasukan yang mengaku pengawal presiden atau yang dikenal dengan tentara Cakrabirawa. Mereka memaksa Sutoyo ikut dan berdalih menghadap Soekarno.
Alasan berupa perintah menghadap Soekarno, diketahuinya belakangan bahwa hal tersebut ternyata sebuah kebohongan. Ia bersama tentara lainnya diculik dan dibantai di lubang buaya, dan jasadnya ditemukan keesokan hari bersama korban lain. Serta dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional di Jakarta. Hal ini membuat presiden sedih atas tragedi mereka.
7. Kapten (Anumerta) Pierre Tendean
Kejadian yang menimpa Pierre Tendean tidak diketahui oleh para keluarganya, terutama soal adanya G30S/PKI. Saat itu, adiknya mengunjungi rumah Jenderal A. H Nasution karena Tendean mengemban tugas sebagai ajudan Nasution. Jenderal yang akrab disapa Pak Nas mengatakan bahwa Tendean sedang melakukan tugasnya dan akan pulang besok pagi.
Setelah tanggal 1 Oktober tiba, telah tersiarkan berita amat simpang siur didengar oleh keluarga korban. Hingga akhirnya, mereka mendengar kabar bahwa Tendean sudah tiada bersama para perwira lain yang diculik, kemudian dibunuh di lubang buaya. Di balik tragisnya kematian Pierre Tendean, kisah cintanya bersama Rooswidiati cukup terkenal karena terpaksa harus berpisah.
Kebenaran sejarah mengungkapkan bahwa terdapat sebuah bukti yang menyatakan, ketiga jenderal sebelum dibuang ke lubang buaya telah berstatus sebagai anumerta. Namun, fakta tersebut cenderung diabaikan oleh masyarakat, sementara sumber yang tersebar lebih banyak di internet dan buku sejarah justru belum bisa dipastikan kebenarannya.
Selain pahlawan revolusi, bangsa ini juga memiliki pahlawan Indonesia yang telah berjasa melawan penjajah Belanda dan juga pahlawan proklamator yang telah berperan besar dalam proklamasi kemerdekaan.