Pahlawan Nasional Indonesia

Jasa para pahlawan Indonesia memang tidak pernah tergantikan. Berkat mereka, negara kita berhasil menyatakan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Kemerdekaan Indonesia tak luput dari perjuangan para pahlawan nasional yang telah melawan penjajah. Jasa mereka akan selalu dikenang sampai sekarang, sudah selayaknya mereka disematkan dengan sebutan ‘Pahlawan Nasional’ oleh negara.

Pahlawan adalah orang yang berjiwa besar yang rela berkorban dan berjuang atas nama bangsa demi negara. Mereka berjuang mengerahkan seluruh tenaga dan pikiran demi memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Perbuatan mereka dapat dikenang dan diteladani selamanya oleh warga negara Indonesia atau perbuatan tersebut mengandung jasa yang amat tinggi bagi bangsa Indonesia.

Mereka yang mendapat gelar pahlawan di negeri ini sebagian besar adalah tokoh yang sebelum atau sesudah Indonesia merdeka berjuang dalam menghadapi penjajah.

Tokoh-tokoh yang dianggap sebagai pemberontak oleh penjajah dijadikan pahlawan setelah Indonesia merdeka. Demikian pula tokoh yang berjuang dalam bidang kemiliteran dan politik untuk mencapai kemerdekaan diangkat menjadi pahlawan.

Sebagai warga negara yang baik, sudah sewajarnya mengetahui biografi para pahlawan di negeri ini.

1. Cut Nyak Dien


Cut Nyak Dien merupakan pahlawan yang lahir di Aceh Besar tahun 1848. Semasa Perang Aceh, dirinya berdiri memimpin pasukan untuk melawan Belanda. Cut Nyak Dien lahir Lampadang, Kerajaan Aceh pada 1848 dan meninggal di Sumedang, Jawa Barat pada 6 November 1908.

Suaminya, Ibrahim Lamnga, tewas di Gle Tarum saat bertempur melawan Belanda pada 29 Juni 1878. Hal ini menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah menghancurkan Belanda.

Beliau kemudian menikah dengan Teuku Umar dengan syarat tetap memperbolehkannya bertempur di medan perang melawan Belanda.

Cut Nyak Dien tak gentar melawan Belanda karena juga ingin membalas kematian suaminya yang meninggal akibat perang. Perjuangan Cut Nyak Dien pun membawa dirinya ke sosok Teuku Umar yang pada akhirnya menjadi suami kedua beliau.

Sayangnya dia ditangkap, diasingkan, lalu meninggal di Sumedang tanggal 6 November 1908. Cut Nyak Dien turut dimakamkan di sana.

2. Tuanku Imam Bonjol

Peto Syarif yang dikenal sebagai Tuanku Imam Bonjol adalah sosok yang lahir di Kampung Tanjung Bunga, Sumatra Barat pada 1772. Di sana, dia adalah seorang ulama dan pimpinan masyarakat. Beliau merupakan pahlawan nasional dari Sumatera Barat.

Sebagai buntut pertentangan kaum Adat dan kaum Paderi (kaum agama), Imam Bonjol akhirnya melawan Belanda. Dirinya berjuang bersama kaum Paderi pada tahun 1803 sampai 1838.

Gara-gara pengkhianatan Belanda, Imam Bonjol ditangkap dan diasingkan ke Cianjur, lalu Ambon, hingga yang terakhir ke Manado. Imam Bonjol pada akhirnya wafat pada 6 November 1864 saat usianya 92 tahun.

3. Jenderal Soedirman

Jenderal Soedirman lahir di Bodas Karangjati tanggal 24 Januari 1916. Beliau adalah seorang panglima besar sekaligus jenderal pertama dan termuda di Indonesia. Ketika berusia 31 tahun, Jenderal Soedirman bergabung dengan pahlawan kemerdekaan yang lain dalam melawan penjajah Jepang, Belanda, serta Sekutu.

Jenderal Soedirman berjuang dengan luar biasa, bahkan saat sakit pun dia tidak menyerah dan melawan musuh bersama anak buahnya. Dirinya meninggal akibat penyakit pada tanggal 29 Januari 1950 di Magelang, lalu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki D.I. Yogyakarta.

4. Pangeran Diponegoro

Pangeran Diponegoro memiliki nama kecil Raden Mas Ontowiryo. Ia lahir di D.I. Yogyakarta pada 11 November 1785.

Pangeran Diponegoro merupakan anak sulung Sultan Hamengkubuwono III yang dikenal sejak kepemimpinannya pada Perang Diponegoro tahun 1825-1830.

Perang tersebut menelan korban terbanyak dalam sejarah Indonesia. Pada tahun 1830, Belanda bersiasat licik dengan pura-pura mengajak Pangeran Diponegoro untuk berunding di Magelang. Dalam perundingan itu, dia ditangkap lalu dibuang ke Manado. Setelah dari sana, dia dipindah ke Ujung Pandang dan meninggal di sana tanggal 8 Januari 1985.

Selain dianugerahi sebagai pahlawan nasional, Pangeran Diponegoro juga mendapat beberapa penghormatan seperti didirikannya Museum Monumen Pangeran Diponegoro serta namanya dijadikan sebagai nama jalan, stadion, hingga universitas.

Perang Diponegoro tercatat sebagai perang dengan korban paling besar dalam sejarah Indoensia dan menyebabkan VOC bangkrut.

5. Sultan Hasanuddin

Sultan Hasanuddin memiliki julukan De Haantjes van Het Osten oleh Belanda yang berarti Ayam Jantan dari Timur. Dia adalah Pahlawan Nasional asal Sulawesi Selatan yang merupakan putra kedua dari Sultan Malikusaid. Sultan Hasanuddin lahir tahun 1631 di Makassar.

Beliau adalah Raja Gowa ke-16 yang terlahir dengan nama Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape. Pasca diangkat sebagai Sultan Kerajaan Gowa, dia berusaha menggabungkan beberapa kerajaan kecil di wilayah Indonesia Timur dan melawan Belanda dengan sengit.

Hal ini mengakibatkan Belanda meminta bantuan tentara ke Batavia untuk menerobos benteng terkuat Gowa, yakni Somba Opu, pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dan wafat pada 12 Juni 1670.

Beliau melajutkan perjuangan ayahandanya melawan VOC yang menjalankan monopolo perdagangan di Indonesia bagian timur.

6. Ki Hadjar Dewantara

Ki Hajar Dewantara atau Raden Mas Soewardi Soerjaningrat lahir di DI Yogyakarta pada 2 Mei 1889. Dirinya adalah sosok yang mendirikan perguruan Taman Siswa pada 1929 dan berkontribusi pada pribumi saat itu yang tidak dapat sekolah.

Ki Hadjar Dewantara pernah menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan setelah kemerdekaan. Dia wafat 26 April 1959 dan dimakamkan di DI Yogyakarta.

Beliau adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia pada masa penjajahan Belanda.

Ki Hadjar Dewantara adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi pribumi untuk mendapatkan pendidikan layaknya priyayi dan orang-orang Belanda. Tanggal kelahirannya saat ini diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional Indonesia.

7. Kapitan Pattimura

Kapitan Pattimura atau Thomas Matulessy lahir di Ambon pada 1783. Pattimura melawan Belanda karena mereka menguasai Maluku, menindas rakyatnya, memaksa kerja rodi, dan menguras kekayaan Maluku.

Pattimura juga menyatukan Kerajaan Ternate dan Tidore untuk mengusir penjajah pada tahun 1817. Sebetulnya, Belanda pernah menawarkan kerja sama, namun Pattimura menolaknya. Sosok ini dihukum mati pada 16 Desember 1817.

8. Raden Ajeng Kartini

Raden Ajeng Kartini lahir sebagai putri Bupati Jepara pada tanggal 21 April 1879. Semasa masih hidup, dia memperjuangkan kesetaraan hak perempuan dan membangun sekolah perempuan bernama Yayasan Kartini pada tahun 1912. Sekolah Kartini ada di Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang, dan lain sebagainya.

Kartini meninggal saat masih muda, yakni pada umur 25 tahun pada 17 September 1904 di Rembang. Buku Habis Gelap Terbitlah Terang adalah kumpulan dari surat-surat Kartini.

Beliau adalah sosol yang dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Kartini mendapatkan dukungan suaminya untuk mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor Kabupaten Rembang.

Perjuangan Kartini lewat surat-suratnya mempunyai arti penting bagi kedudukan wanita Indonesia. Salah satunya adalah buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Dalam rangka menghormati jasanya, hari kelahirannya yaitu tanggal 21 April ditetapkan sebagai Hari Kartini.

9. Dewi Sartika

Selain Kartini, ada pula Pahlawan Nasional Dewi Sartika yang memperjuangkan pendidikan khusus perempuan.

Raden Dewi Sartika lahir di Cicalengka, Bandung pada 4 Desember 1884. Beliau meninggal di Cineam, Tasikmalaya pada 11 September 1947 pada usia 62 tahun.

Beliau adalah tokoh perintis pendidikan kaum wanita yang berasal dari Tanah Sunda. Raden Dewi Sartika mendirikan Sekolah Isteri di Pendopo Kabupaten Bandung pada 16 Januari 1904, yang kemudian berubah nama menjadi Sekolah Kaoetamaan Isteri pada tahun 1910. Sekolah tersebut berganti nama menjadi Sekolah Raden Dewi pada September 1920.

Dewi Sartika memiliki latar belakang keluarga ningrat yang membuatnya bisa mengenyam pendidikan, sehingga dirinya terinspirasi mendirikan Sekolah Istri atau sekolah khusus perempuan se-Hindia Belanda.

Berkat jasanya itu, Dewi Sartika juga mendapat anugerah Bintang Perak dari pemerintah Hindia Belanda. Saat perang kemerdekaan, Dewi Sartika mengungsi ke Cinean dan wafat pada 11 September 1947.

10. Prof. Muhammad Yamin

Muhammad Yamin adalah anggota Jong Sumatranen Bond yang lahir pada 28 Agustus 1903 di Sawahlunto. Tokoh ini dikenal sebagai bagian dari yang merumuskan Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda II serta penggagas falsafah Pancasila dalam BPUPKI. Muhammad Yamin meninggal pada 17 Oktober 1962 dan dikebumikan di tanah kelahirannya.

11. Sutan Syahrir

Sutan Syahrir lahir pada 5 Maret 1909 di Padang Panjang, Sumatra Barat. Pahlawan nasional Indonesia satu ini sudah memulai sepak terjang di kancah politik saat mendirikan Jong Indonesia atau Pemuda Indonesia.

Sutan Syahrir terkenal atas jasanya mengorganisir kemerdekaan Indonesia bersama Bung Karno dan Bung Hatta. Pada awal kemerdekaan, Sutan Syahrir pernah menjabat sebagai perdana menteri.

Kemudian, pada masa Orde Lama dia dipenjara dan jatuh sakit. Syahrir pun dikirim ke Swiss untuk berobat. Ia kemudian wafat pada 9 April dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

12. Haji Agus Salim

Haji Agus Salim mempunyai peran yang besar pada masa perjuangan kemerdekaan dan setelahnya. Pahlawan ini lahir 8 Oktober 1884 di Kota Gadang.

Semasa masih hidup, Haji Agus Salim memimpin organisasi Islam terbesar Sarekat Islam, menjadi anggota PPKI, memimpin surat kabar, dan banyak melakoni peran lainnya.

Beliaupun bergabung menjadi anggota Panitia Sembilan dan ikut merumuskan dasar Negara Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Agus Salim adalah tokoh Indonesia yang menguasai banyak bahasa asing. Pahlawan yang dikenal sebagai diplomat ulung itu meninggal di Jakarta 4 November 1954 pada usia 70 tahun.

13. Ir. Soekarno

Soekarno atau Bung Karno dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur pada 6 Juni 1901. Beliau merupakan putra dari Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Sejak sekolah di HBS Surabaya, dia sudah aktif dalam aktivitas pergerakan nasional.

Setelah sepak terjangnya itu, Bung Karno menjadi Presiden Indonesia pertama mulai tahun 1945 sampai 1967.

Banyak peran penting yang dilakoni Bung Karno, mulai dari mencetuskan dasar negara Pancasila, menjadi proklamator, hingga orator yang membangkitkan semangat perjuangan rakyat.

Bung Karno wafat 21 Juni 1970 dan dimakamkan di Blitar, Jawa Timur.

Karena gejolak politik yang disebabkan oleh pemberontakan G-30-S/PKI yang menewaskan banyak perwira TNI, akhirnya Soekarno menyerahkan jabatannya sebagai presiden.

Sosok Soekarno adalah sosok yang berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia dari penjajahan bangsa asing. Bersama dengan Mohammad Hatta,

Soekarno adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.

14. Drs. Mohammad Hatta

Mohammad Hatta atau yang lebih akrab disapa Bung Hatta lahir di Fort de Kock yang sekarang menjadi Bukittingi, Sumatera Barat, Hindia Belanda pada 12 Agustus 1902. Pahlawan nasional ini pernah menempati banyak posisi penting, contohnya perdana menteri dalam kabinet Hatta I, Hatta II, serta RIS.

Wakil Presiden pertama Indonesia ini juga mendapat julukan Bapak Koperasi. Dirinya dan Bung Karno disebut sebagai Pahlawan Proklamator. Bung Hatta meninggal di Jakarta pada Maret 1980.

Salah satu peran Bung Hatta yaitu merumuskan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia bersama dengan Soekarno dan Ahmad Soebardjo. Bung Hatta diketahui menyumbang kalimat pertama untuk teks proklamasi. Bersama dengan Soekarno, Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan negara Indonesia pada 17 Agustus 1945. Bung Hatta ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia pada 23 Oktober 1986 melalui Keppres Nomor 081/TK/1986.

15. Teuku Umar

Teuku Umar lahir di Meulaboh tahun 1854 dan wafat pada 11 Februari 1899. Teuku Umar berjuang dengan berpura-pura bekerjasama dengan Belanda.

Beliau juga terkenal dengan strategi perang gerilyanya. Beliau melawan Belanda saat sudah mengumpulkan uang dan senjata yang cukup banyak.

Sejak kecil Teuku Umar dikenal sebagai anak yang cerdas dan pemberani. Meskipun tidak pernah menempuh pendidikan formal, beliau mampu menjadi pemimpin yang kuat, cerdas, dan pemberani.

16. Martha Christina Tiahahu

Martha Christina Tiahahu adalah pahlawan wanita yang lahir di Nusa Laut, Maluku pada tanggal 4 Januari 1800. Sosok pejuang wanita ini meninggal di usianya yang ke-17 di Laut Banda, Maluku pada 2 Januari 1818.

Beliau masih berusia 17 tahun saat berjuang bersama Ayahnya (Kapitan Paulus Tiahahu) melawan Belanda. Beliau adalah seorang puteri remaja yang langsung terjun dalam medan pertempuran melawan Belanda pada Perang Pattimura tahun 1817.

Beliau dikenal sebagai pahlawan nasional wanita yang pemberani dan konsekuen terhadap cita-cita perjuangannya.

17. Cut Nyak Meutia

Cut Nyak Meutia lahir Aceh Utara tahun 1870. Sosok pahlawan kemerdekaan wanita asal Aceh ini melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama suaminya, Teuku Muhammad.

Suaminya berhasil ditangkap Belanda dan dihukum mati di tepi pantai Lhokseumawe. Sebelum meninggal, suaminya berwasiat agar sahabatnya Pang Naggroe menikahi istrinya dan merawat anaknya Teuku Raja Sabi.

Selanjutnya Cut Nyak Meutia pun menikah dengan Pang Nanggroe dan melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Beliau akhirnya gugur pada pertempuran di Alue Kurieng pada 24 Oktober 1910.

18. Pangeran Antasari

Pangeran Antasari dilahirkan di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar pada 1797 atau 1809. Beliau meninggal di Bayan Begok, Hindia Belanda pada 11 Oktober 1862 pada umur 53 tahun.

Beliau adalah Sultan Banjar sekaligus pemimpin perjuangan melawan penjajah di wilayah Banjar bagian utara.

Para panglima Dayak, pejuang, alim ulama, bangsawan Banjar, dan seluruh rakyat secara sepakat mengangkat Pangeran Antasari menjadi “Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin”.

19. I Gusti Ngurah Rai

I Gusti Ngurah Rai lahir di Badung, Bali pada 30 Januari 1917 dan meninggal di Marga, Tabanan, Bali pada 20 November 1946 di usianya yang ke-29 tahun.

Beliau memiliki pasukan yang bernama Ciung Wanara yang melakukan pertempuran terakhir yang dikenal dengan nama Puputan Margarana.

Beliau adalah salah satu pahlawan nasional dari Bali yang berperan penting bagi kemerdekaan Indonesia.

20. Sultan Ageng Tirtayasa

Sultan Ageng Tirtayasa atau Pangeran Surya lahir di Kesultanan Banten tahun 1631 dan meninggal di Batavia, Hindia Belanda tahun 1692 pada usia 60-61 tahun.

Sultan Ageng Tirtayasa adalah Sultan Banten ke-6 yang memimpin Kesultanan Banten pada periode 1651-1683. Beliau banyak memimpin perlawanan terhadap Belanda.

Pada saat beliau memerintah, VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten.

Berkat kegigihannya dalam membela bangsa Indonesia, ia bahkan dicap sebagai musuh bebuyutan Belanda.

21. Hasyim Asy’ari

Kiai Haji Mohammad Hasyim Asy’ari lahir di Jombang, Jawa Timur pada 14 Februari 1871. Beliau meninggal di Jombang, Jawa Timur pada 21 Juli 1947 pada umur 76 tahun.

Beliau adalah sosok pahlawan nasional dan sekaligus pendiri Nahdlatul Ulama, yaitu organisasi Islam terbesar di Indonesia yang berarti kebangkitan ulama.

Beliau memiliki julukan Hadratus Syeikh yang berarti maha guru di kalangan Nahdliyin dan ulama pesantren.

22. H. Ahmad Dahlan

Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 dan meninggal pada 23 Februari 1923 pada umur 54 tahun.

Beliau adalah sosok yang membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia melalui pembaharuan Islam dan pendidikan.

Ahmad Dahlan berperan dalam pendirian Muhammadiyah yang berperan mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.

23. H.O.S. Cokroaminoto

Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto lahir di Ponorogo, Jawa Timur pada 16 Agustus 1883. Beliau meninggal di Yogyakarta pada 17 Desember 1934 di usianya yang ke-51 tahun.

H.O.S. adalah salah satu pemimpin organisasi pertama di Indonesia, yaitu Sarekat Islam (SI). Sosok ini diberi gelar De Ongekroonde van Java atau “Raja Jawa Tanpa Mahkota” oleh Belanda.

Beliau adalah sosok pelopor pergerakan Indonesia dan guru para pemimpin besar bangsa Indonesia, yakni Soekarno, Semaoen, Musso, Alimin, hingga Tan Malaka.

24. Bung Tomo

Sutomo lahir di Surabaya, 3 Oktober 1930. Sutomo meninggal di Padang Arafah, Arab Saudi pada 7 Oktober 1981 di usianya yang ke 61 tahun.

Sutomo atau yang lebih akrab disapa Bung Tomo adalah pahlawan yang terkenal karena perannya membangiktkan semangat rakyat untuk melawan kembalinya penjajah Belanda melalu tentara NICA.

Seruan tersebut pun berkahir dengan pertempuran 10 November 1945. Hingga saat ini tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Setelah memperjuangkan tanah air dari para Penjajah, Bung Tomo masuk ke dalam dunia politik. Ia mulai aktif dalam kehidupan politik pada tahun 1950-an.

Demikian penjelesan mengenai Biografi pahlawan nasional, agar menjadi inspirasi dan memberikan manfaat supaya generasi muda penerus bangsa bisa lebih baik dalam belajar dan bekerja keras.

25. Sisingamangaraja XII 

Sisingamangaraja XII dengan nama asli Patuan Bosar Ompu Pulo Batu mengisahkan seorang pemimpin dan pahlawan yang telah menginspirasi banyak generasi.

Sisingamangaraja XII lahir di Bakkara, Tapanuli Utara pada 18 Februari 1845. Selain menjadi raja, Sisingamangaraja XII juga memegang peran penting sebagai kepala adat dan pemimpin agama dalam masyarakat Batak. Masyarakat suku Batak menghormatinya sebagai pemimpin yang memiliki kesaktian dan berpengaruh.

Pada tahun 1884, Sisingamangaraja XII memimpin serangan ke daerah Tangga Batu. Dalam setiap serangan, pasukan di bawah kepemimpinannya selalu berhasil meloloskan diri. Hal itu menunjukkan kecerdasan taktis dan keberaniannya sebagai seorang pemimpin perang.

Pertempuran melawan Belanda di wilayah Tapanuli menjadi semakin sengit. Sisingamangaraja XII dan pasukannya tidak pernah menyerah, bahkan ketika Belanda mengetahui tempat persembunyian mereka. Tanggal 17 Juni 1907 adalah titik balik penting dalam sejarah perjuangan Sisingamangaraja XII.

Pada tanggal 9 November 1961, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan No 590 yang menetapkan Sisingamangaraja XII sebagai pahlawan nasional Indonesia. Penghargaan ini adalah bentuk pengakuan atas keteguhan hati dan perjuangan Sisingamangaraja XII dalam melawan penjajah Belanda.

Makam Sisingamangaraja XII awalnya berada di Tarutung, Tapanuli Utara. Namun, pada tahun 1953, makamnya dipindahkan ke Makam Pahlawan Nasional di Soposurung, Balige, Sumatra Utara yang dibangun oleh pemerintah, masyarakat, dan keluarganya. Nama Sisingamangaraja XII juga diabadikan sebagai nama jalan di berbagai daerah di seluruh Republik Indonesia sebagai penghormatan atas perjuangannya.

26. Panglima Polem IX

Panglima Polem IX yang memiliki nama lengkap Teuku Panglima Polem Sri Muda Perkasa Muhammad Daud dikenal sebagai salah satu pejuang asal Aceh. Hingga kini tidak diketahui pasti tanggal dan tahun lahirnya.

Ia lahir dari kalangan kaum bangsawan. Ayah Panglima Polem bernama Panglima Polem VIII Raja Kuala yang merupakan anak dari Teuku Panglima Polem Sri Imam Muda Mahmud Arifin atau yang dikenal dengan Cut Banta.

Setelah dirinya diangkat menjadi panglima, Belanda masih terus berusaha menebus pertahanan Aceh sampai tahun 1896. Teuku Umar yang saat itu bergerilya bersama 15 orang panglimanya pura-pura menyerah kepada Belanda.

Singkat cerita, Panglima Polem bersama dengan 400 pasukannya memutuskan untuk bergabung dengan Teuku Umar untuk melawan tentara Belanda. Dari peperangan itu banyak korban berjatuhan dari pihak Belanda, hampir ratusan orang mengalami luka-luka dan puluhan lainnya tewas.

Tahun 1897, Belanda melakukan balas dendam dengan menambah pasukan di wilayah Aceh. Sejak saat itu, intensitas serangan terhadap Belanda mulai menurun dan Teuku Umar pun mengambil inisiatif untuk mundur ke daerah Daya Hulu sekaligus meninggalkan pasukan Panglima Polem.

Saat Belanda melakukan serangan dengan kekuatan 4 kompi Infanteri, mereka pun berhasil menguasai benteng yang didirikan oleh Panglima Polem. Pada Oktober 1897, wilayah Seulimeum akhirnya dikuasai oleh Belanda tanpa perlawanan.

Melihat kondisi yang sudah tidak memungkinkan, Panglima Polem terpaksa harus mundur dan pergi ke daerah Pidie. Sebulan berikutnya, Panglima Polem diterima oleh Sultan Aceh (Muhammad Daud Syah) dan mengadakan musyawarah bersama dengan tokoh pejuang lain.

Panglima Polem bersama Sultan Aceh pun menyusun strategi untuk melakukan penyerangan terhadap Belanda. Mereka memutuskan mundur ke daerah Gayo dan menetapkan daerah itu menjadi pusat pertahanan Aceh.

Belanda sempat melakukan ancaman kepada keluarga Sultan. Mereka berhasil menangkap istri Sultan, apabila sang suami tidak segera menyerahkan diri kepada Belanda dalam tempo satu bulan, maka kedua istrinya akan mati.

Mendengar kabar ancaman tersebut, sang Sultan terpaksa menyatakan damai kepada Belanda. Kemudian Pemerintah Hindia Belanda mengasingkannya ke Ambon. Dari situlah Panglima Polem juga terpaksa ikut berdamai dengan Belanda pada 7 September 1903. Panglima Polem kemudian ditahan hingga ia meninggal dunia pada tahun 1939.

Panglima Polem dikenal sebagai pahlawan nasional Indonesia yang melawan penjajahan Belanda. Atas jasa serta perjuangannya, namanya kini diabadikan menjadi nama sebuah ruas jalan yang ada di Jakarta.

27. Douwes Dekker

Salah satu tokoh besar Indonesia yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan bangsa asing adalah Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi. Douwes Dekker lahir pada 8 Oktober 1879 di Pasuruan dengan nama lengkap Ernest François Eugène Douwes Dekker.

Meskipun merupakan orang keturunan Belanda, Douwes Dekker merasa dirinya sebagai orang indonesia sepenuhnya dan memihak kaum pribumi. Beliau menempuh pendidikan dasar di Kota Pasuruan.

Douwes Dekker bergabung dalam Perang Boer II di Afrika Selatan yang saat itu sedang melawan Inggris akibat perebutan sumber emas dan berlian. Douwes Dekker terlibat langsung dalam perang sekitar pada tahun 1899 sampai 1902.

Dari peperangan tersebut, Douwes Dekker pernah di penjara di Srilangka sebelum akhirnya kembali dipulangkan ke Hindia Belanda atau Indonesia pada tahun 1902. Setelah itu, Douwes Dekker mulai bekerja menjadi wartawan di De Locomotief.

Selama menjadi wartawan di koran De Locomotief, Douwes Dekker sering membahas mengenai kasus kelaparan di wilayah Indramayu. Tulisan-tulisan Douwes Dekker terkenal dengan kritikannya yang banyak menyentil kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial.

Salah satu tulisan Douwes Dekker yang terkenal adalah “Hoe kan Holland het spoedigst zijn koloniën verliezen?” yang berarti “Bagaimana caranya Belanda dapat kehilangan koloni-koloninya”. Tindakannya tersebut membuat Douwes Dekker sebagai ancaman utama bagi Belanda.

Pada 6 September 1912, Douwes Dekker membentuk Indische Partij, partai politik nasional pertama di Indonesia yang menjadi wadah suara untuk kaum pribumi dari berbagai daerah. Partai tersebut bertujuan untuk menciptakan kesetaraan dalam melawan kolonial.

Selain itu, Douwes Dekker pernah membela tulisan Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara yang berjudul “Als Ik een Nederlander was” atau “Seandainya Aku Seorang Belanda”, Douwes Dekker bersama rekannya Ki Hajar Dewantara dan Cipto Mangunkusumo diasingkan ke Belanda.

Tiga serangkai tersebut dianggap Belanda sebagai pemberontak sehingga, diasingkan pada 18 Agustus 1913. Meskipun begitu, kesempatan tersebut dimanfaatkan Douwes Dekker untuk mengemban pendidikan di bidang ekonomi, Universitas Zurich, Swiss.

Selama di Swiss, Douwes Dekker terlibat dalam konspirasi kelompok revolusioner India. Akibatnya, beliau ditangkap dan diadili di Hongkong. Kemudian, dirinya ditahan di Singapura pada 1918, setelah dua tahun di penjara Douwes Dekker kembali ke Hindia Belanda.

Douwes Dekker tetap memberikan pandangannya terkait dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia, salah satunya dengan Soekarno. Diketahui Soekarno kerap menganggap Douwes Dekker sebagai gurunya.

Pada era Perang Dunia II, Douwes Dekker sempat diasingkan bahkan dipenjara karena dianggap merupakan keturunan indo atau blasteran yang dapat mengancam Belanda. Beliau bersama dengan kaum indo lainnya diasingkan ke Kamp Joden Savanne, Suriname oleh pemerintahan Belanda.

Douwes Dekker akhirnya menghabiskan sisa hidupnya di Bandung dan meninggal pada 28 Agustus 1950. Beliau kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra Bandung dan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Soekarno pada 9 November 1961.

28. Dr. Cipto Mangunkusumo

Lahir pada 6 Januari 1886 di Jepara, Jawa Tengah, dari Mangunkusumo dan R.A. Suratmi, Dr. Cipto telah meninggalkan jejak besar dalam sejarah kesehatan Indonesia dan perjuangan merebut kemerdekaan dari penjajahan.

Fakta menariknya, sedari awal Cipto Mangunkusumo telah bekerja sebagai dokter pemerintah Belanda, namun akibat tulisannya di surat harian membuatnya harus kehilangan pekerjaannya sebagai dokter pemerintah.

Namun Ia tidak terpuruk, pemberhentian itu dijadikannya sebagai batu lompatan dalam menyebarluaskan perjuangan. Terbentuk sebuah organisasi yang bertujuan untuk menaikkan derajat bangsa Indonesia pada 20 Mei 1908 yang diberi nama Budi Utomo, kemudian Cipto Mangunkusumo ikut andil dan menjadi anggota yang diketuai oleh Soetomo.

Darah politik Cipto Mangunkusumo semakin mendidih di sini. Namun melalui pemikirannya yang revolusioner dan demokratis Cipto Mangunkusumo harus meninggalkan organisasi itu.

Bukan tanpa sebab, Ia meninggalkan Budi Utomo karena dibawanya organisasi ini kepada dunia keraton yang feodalistis. Cipto Mangunkusumo menilai seharusnya Budi Utomo ini dijadikan sebagai organisai yang mampu membuka jalan persatuan bangsa yang senasib dan bukan menitikfokuskan pada kebudayaan dan kehidupan Jawa.

Tahun-tahun berselang, tepatnya pada tahun 1911, dunia kesehatan diguncang wabah pes. Cipto Mangunkusumo pun turut andil menawarkan diri untuk memberantas wabah. Atas keikutseraannya, Ia diberi dianugerahi bintang emas penghargaan Ridder in de Orde van Oranje Nassau oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Namun darah politiknya tak padam, hingga akhirnya pada tahun 1912, bersama Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara, yang disebut sebagai Tiga Serangkai mendirikan partai politik untuk memperjuangkan hak-hak rakyat dan mencapai kemerdekaan Indonesia yang diberi nama Indische Partij.

Tahun 1913 jadi tahun tak terlupakan, Cipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara membentuk Komite Bumi Putera dan menulis artikel mengenai pemboikotan perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda. Atas aksinya tersebut, Tiga Serangkai diasingkan ke Belanda.

Akibat penyakit asmanya yang kembali kambuh, setahun kemudian, Cipto Mangunkusumo dipulangkan ke Indonesia. Dijadikannya sebagai peluang emas, Ia semakin gencar menggaungkan perjuangan dan bergabung dengan Insulinde.

Akibat penyakitnya pula, Ia menghembuskan napas terakhirnya pada 8 Maret 1943 dan dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Ambarawa.

Berkat pengabdiannya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, Cipto Mangunkusumo diabadikan dalam sebuah patung yang berdiri gagah di Pertigaan Tugu jam Pasar Gamblok Ambarawa, Kabupaten Semarang.

Namanya juga diabadikan sebagai Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) di Jakarta Pusat. Bahkan Pemerintah Republik Indonesia juga mengabadikan dalam pecahan uang rupiah logam Rp200 pada 2016 silam.

 

 

 

 

 

 

 

 

Source:

detik.com/edu/detikpedia/d-5908774/14-pahlawan-nasional-indonesia-pejuang-kemerdekaan-dan-profil-singkatnya

britakan.com/peristiwa/2009732682/22-biografi-singkat-pahlawan-nasional-republik-indonesia

inews.id/news/nasional/biografi-sisingamangaraja-xii-pahlawan-nasional-dari-sumatra-utara

news.solopos.com/mengenang-dr-cipto-mangunkusumo-perjalanan-karier-hingga-akhir-hayat-1719130

beritasatu.com/nasional/1045633/mengenal-profil-douwes-dekker-tokoh-kebangkitan-nasional-berdarah-belanda

merdeka.com/sumut/sosok-panglima-polim-panglima-aceh-yang-bergerilya-bersama-teuku-umar-melawan-belanda-115615-mvk.html